Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya pada Harlah NU di Kota
Pekalongan pernah menyampaikan perihal pentingnya warga Indonesia memiliki
wadah Nahdlatul Ulama, wadah bagi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Berikut adalah
kutipannya :
“Menjelang berdirinya NU (1926), beberapa ulama besar Indonesia
yang tinggal di kota suci Mekkah berkumpul di Masjidil Haram, ini sudah tidak
tertulis dan harus dicari lagi narasumber-narasumbernya, beliau-beliau
menyimpulkan sudah sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan
terjaganya ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Akhirnya diistikharahi-lah oleh para
ulama Haramain. Lalu mengutus Kyai Hasyim Asy’ari untuk pulang ke
Indonesia agar menemui dua orang di Indonesia. Kalau dua orang ini meng-iya-kan,
maka jalan terus, kalau tidak meng-iya-kan, maka jangan diteruskan. Dua orang
tersebut adalah al-Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin Yahya Pekalongan dan
Syaikhuna Mbah Kyai Kholil Bangkalan Madura.
Oleh sebab itu, tidak heran jika Muktamar NU yang ke-5 dilaksanakan
di Pekalongan tahun 1930 M, untuk menghormati Habib Hasyim yang wafat pada waktu
itu. Itu suatu penghormatan yang luar biasa. Tidak heran kalau di Pekalongan
sampai dua kali menjadi tuan rumah Muktamar Thariqah. Tidak heran karena sudah
dari sananya. Kok tahu ini semua sumbernya dari mana? Dari seorang yang shaleh,
Kyai Irfan.
Suatu ketika saya duduk-duduk dengan Kyai Irfan, Kyai Abdul Fattah
dan Kyai Abdul Hadi. Kyai Irfan bertanya pada saya: “Kamu ini siapanya
Habib Hasyim?”
Yang menjawab pertanyaan itu adalah Kyai Abdul Fattah dan Kyai
Abdul Hadi: “Ini cucunya Habib Hasyim, Yai.”
Akhirnya saya diberi wasiat oleh Kyai Irfan, katanya: “Mumpung
saya masih hidup, tolong catat sejarah ini. Mbah Kyai Hasyim Asy’ari datang ke
tempatnya Mbah Kyai Yasin. Kyai Sanusi ikut serta pada waktu itu. Di situ
diiringi oleh Kyai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan. Lalu
bersama Kyai Irfan datang ke kediamannya Habib Hasyim. Begitu Kyai Hasyim
Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata: ‘Kyai Hasyim Asy’ari, silahkan
laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Ahlussunnah wal Jama’ah. Saya rela,
tapi tolong saya jangan ditulis’.” Begitu wasiat Habib Hasyim.
Kyai Hasyim Asy’ari pun merasa lega dan puas. Kemudin Kyai Hasyim
Asy’ari menuju ke tempatnya Mbah Kyai Kholil Bangkalan. Mbah Kyai Kholil bilang
sama Kyai Hasyim Asy’ari: “Laksanakan apa niatmu. Saya ridha seperti
ridhanya Habib Hasyim. Tapi saya juga minta tolong, nama saya jangan ditulis.”
Lantas Kyai Hasyim Asy’ari bertanya: “Bagaimana Kyai, kok
tidak mau ditulis semua?”
Mbah Kyai Kholil pun menjawab: “Kalau mau tulis silakan,
tapi sedikit saja.”
Itu tawadhu’nya Mbah Kyai Kholil Bangkalan. Dan ternyata sejarah
tersebut juga dicatat oleh Gus Dur,” pungkas Kyai Irfan.
Inilah sedikit perjalanan Nahdlatul Ulama. Inilah perjuangan
pendiri Nahdlatul Ulama. Para pendirinya merupakan tokoh-tokoh ulama yang luar
biasa. Makanya hal-hal yang demikian itu tolong ditulis, biar anak-anak kita
itu tidak terpengaruh oleh yang tidak-tidak. Sebab, mereka tidak mengetahui
sejarah. Anak-anak kita saat ini banyak yang tidak tahu, apa sih NU itu? Apa
sih Ahlussunnah itu? Lha ini permasalahan kita. Upaya pengenalan itu yang
paling mudah dilakukan dengan memasang foto-foto para pendiri NU, khususnya
foto Hadhratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari."
Ust. Hijrah Yanuar Ishaq, santri Habib Luthfi, menceritakan:
"Kyai Ahmad Syafiq Pekalongan, seminggu sebelum Maulid Akbar berlangsung,
sekitar jam 1 dinihari pernah didawuhi Abah Habib Luthfi bin Yahya: “Gus,
aku iki hampir 70 tahun, wis pingin liren, pengin mulang ning pondok, ndandani
sholat sing iseh okeh salahe ning masyarakat. Tetapi mben wengi kok Kanjeng
Nabi saw. hadir nepuk-nepuk pundakku serto dawuh: “Bib, tolong urusi NU, urusi
NU.” (Gus, usia saya sudah hampir 70 tahun, sudah ingin istirahat,
ingin mengajar di pesantren, memperbaiki shalat yang masih banyak salahnya di
masyarakat. Tetapi setiap malam Nabi Muhammad saw. selalu hadir seraya
menepuk-nepuk pundakku dan berkata: “Bib, tolong urusi NU, urusi NU.”).
Sumber
: muslimedia