Pertanyaan
:
Jika kita
sampai dewasa belum di-aqiqahi oleh orang tua kita, manakah yang harus kita
dahulukan antara qurban dan aqiqah?
Jawaban
:
Sebenarnya
dalam qurban dan aqiqah ada persamaan diantara kedua ibadah ini yakni sama-sama
sunnah hukumnya menurut mazhab Syafi’i (selama tidak nazar), serta adanya
aktifitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong.
Adapun
perbedaan yang ada diantara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Qurban
hanya dapat dilakukan pada bulan Dzulhijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan
pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari
ketujuh dari kelahirannya.
Pada
dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya, artinya anjuran
untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi
kelapangan rezeki untuk sekedar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran
anaknya.
Hal ini
sesuai sabda Rasulullah saw. :
مَعَ الْغُلَامِ عَقِيْقَةٌ
“Aqiqah
menyertai lahirnya seorang bayi.” (HR. Bukhari)
Para ulama
memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh
sampai dengan baligh. Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada
orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau
meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik
daripada tidak melaksanakanya. Terkait dengan pertanyaan di atas, manakah yang
didahulukan antara qurban dan aqiqah?
Hal ini
tergantung dari momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya
Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan qurban adalah lebih baik
daripada melaksanakan aqiqah. Ada baiknya, apabila seseorang menginginkan ibadah
sunnah kedua-keduanya (qurban dan aqiqah). Maka, orang tersebut bisa mengikuti
pendapat Imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan,
yakni niat qurban dan aqiqah sekaligus.
Adapun
referensinya mengacu pada kitab Tausyikh karya
Syech Nawawi al-Bantani :
قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا
للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا
Ibnu
Hajar berkata: “Seandainya ada seseorang menginginkan dengan satu kambing untuk
kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup”. Berbeda dengan al-‘Allamah
Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing
yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi.
Konsekuensi
yang mungkin kotradiktif dari pendapat Imam Ramli ini adalah dalam pembagian
dagingnya, mengingat daging qurban lebih afdhal/utama dibagikan dalam kondisi
belum dimasak (masih mentah), sedangkan aqiqah dibagikan dalam kondisi siap
saji (sudah dimasak). Masalah ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena
cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang substantif. Kedua cara
pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut
keabsahan ibadah sunnah tersebut.
Wallahu
A’lam
Sumber : Situs
PBNU
ADS HERE !!!